Menyulap Sampah Menjadi Asset dan Sumber Daya, Ternyata Begini Caranya Menurut Julmansyah

Kadis LHK NTB, Julmansyah

 

JejakNTB.com | Sampah masih menjadi momok di Bumi Gora, 10 Kabupaten Kota masih belum fokus dan all out memanagenya kecuali Lombok Barat dan Mataram. Hal tersebut mengemuka dan Gubernur Nusa Tenggara Barat Dr Zulkieflimansyah SE MSc  tidak salah menunjuk Julmansyah untuk menakhodai Dinas Lingkungan Hidup. Ternyata Zero Waste sangat tajir ditangan beliau. Konsep dan gagasannya sangat tren dan jitu menjadikan visi NTB Gemilangnya terangkat melalui Program Zero Waste yang makin mendunia dan sangat sukses adanya.

Saat ditemui jejakntb.com, Rabu (15/3) Magister luar negeri itu memaparkan strategi jitu dan trik terkeren dalam mengolah dan mengelola sampah supaya bisa bernilai ekonomis dan bersumber daya tinggi.

Lelaki paruh baya asal Sumbawa ini memgungkapkan strategi dan manajemen pengelolaan sampah yang kredibel sehingga kelihatan sekali kalau kita jalan jalan ke.pulau lombok khususnya Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram atmosfernya sangat berbeda dengan sejumlah Kabupaten dan Kota di NTB.

Julmansyah dihadapan awak media langsung mengungkapkan panjang lebar strategi wujudkan Kota Bebas Sampah dalam platform Zero Waste itu.

Sampah setiap hari di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram sebanyak 250 sampai 300 ton per harinya

“Jadi Kabupaten/ Kota mulai mengadopsi pengelolaan sampah organik dengan model bio konversi menggunakan lalat be et dan menghasilkan ulat pagu, seiring waktu kita melakukan edukasi,  kampanye dan fasilitasi maupun pendampingan di masyarakat.,” ucap Jul sapaan akrabnya.

Dibantu komunitas sekarang jumlah unit pengolahan sampah organik yang tadinya tidak ada di NTB sekarang pada angka 57 unit pengolahan sampah yang tersebar paling banyak di pulau lombok dan sedikit di pulau Sumbawa.

” Jadi, ada kesadaran masyarakat untuk mengolah sampah organik seperti sampah sisa buah, sisa makanan, sampah sisa sayur dan lainnya ,  sebelum ada NTB Zero Waste itu tidak pernah muncul, sekarang menjadi gerakan dan sudah ada 57 unit yang berkembang di masyarakat,” ungkapnya.

Untuk diketahui Sampah setiap hari di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram yang masuk dan dibuang ke TPA berkisar 250 sampai 300 ton dalam seharinya.

” Dan sekarang Kota Mataram  memulai diskusi dengan Kadisnya dan alhamdulillah Mataram sudah mulai gerakan pilah sampah, jadi sisa makanan dipilah, plastik dipilah, dengan harapan keduanya bisa diklasifikasi untuk ditindaklanjuti sistem olahan yang tepat agar berdaya guna sampah tersebut, tambah Julmansyah.

Sisa makanan itu diolah dengan metode bio konversi yakni di Desa Lingsar Lombok Barat, menghasilkan banyak dengan daya tampung kapasitas 4 ton sampah yang bisa diolah dan terolah. Dan sekarang Kota Mataram tengah mengadopsinya dengan membuat lagi hal yang sama kapasitasnya 2 ton namanya Mataram Maggote Centre (MMC),”

“Nah, kita berharap Kabupaten dan Kota lain mengadopsi hal baik seperti itu, untuk mengurangi sampah organik yang tersebar menjadi sampah tercampur baur yang kerap mengotori daerahnya,” paparnya.

Ditanya, sejauhmana konkritisasi tindakannya dalam mensukseskan Zero Waste NTB Gemilang?

“Pengelolaan Sampah sudah ada di Pulau Sumbawa yakni di Desa Lape dan pertama dibantu pemdesnya dan Dinas LHK Provinsi NTB berharap kepada Pemda Sumbawa mulai mengadopsi karena sampah – sampah pasar yang notabene sampah organik sampah sampah makanan maupun lainnya yang turut mencemari dapat diolah semaksimalnya bahkan dapat menjadi asset untuk didaur ulang.,” bebernya.

Di Mataram sudah terbuat Unit Mataram Maggote Centre atau pusat pengembangbiakan ulat maggot yang akan memakan sampah menjadi ulat bernilai ekonomis tinggi sebuah unit yang dibuat khusus untuk mengolah sampah organik yang dihasilkan warga Mataram jadi ini yang harus nya diadopsi oleh 9 Kab/Kota di NTB terutama Bima yang sampahnya menumpuk dimana- mana.

Dibalik pengelolaan sampah muncul istilahnya Economic Sirculance (Ekonomi yang berputar) artinya manusia menghasilkan sampah lalu sampah diolah sedemikian rupa dan sampah ini menjadi sumber daya bukan masalah caranya seperti Maggot Mataram Centre.

Sampah sisa makanan, sisa sayur dan buah dipasar itu harus dibawa ke pengelolaan sampah organik, diolah dia menjadi ulat maggot iya, terurai dia , termakan dia dan menjadi hilang sampah itu dan menjadi ulat maggot dan ulat tersebut dijual kembali sebagai pengganti (Substitusi) pakan ikan, pakan ayam, pakan burung, dan begitulah siklusnya.”

Dengan mengkonsumsi ulat Maggot para peternak bisa menghemat 13 – 25 porsen biaya pakan ternaknya.

“Dan ini peluang bisnis yang harus ditangkap oleh semua komunitas. Bayangkan data di LHK peluang bisnis ulat Maggot per kilo harganya Rp 30ribu, bahkan 100rb. Itu ulat Maggote kering sementara Ulat Maggot basah bisa 5ribu hingga 8 ribu per kilonya.

“Dari mana ulat ulat ini? Iya dari sampah. Oleh karena itu dihimbau kepada Kabupaten Kota mari sama sama membersihkan lingkungan menjadikan sampah bukan beban masalah melainkan sampah sebagai sumber daya yang harus kita kelola dan akan menghasilkan Economic Sirculance sehingga masyarakat punya lahan pekerjaan barunya dari hasil pengolahan sampah baik organik maupun non organik.,” pungkasnya.(Nkm)

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Scroll to Top
Scroll to Top