TEKNIK VCT SALAH SATU TRIK TERBAIK GURU IPS DALAM MENGAJAR

TEKNIK VCT

SALAH SATU TRIK TERBAIK GURU IPS DALAM MENGAJAR

 

Oleh : Sahra, M.Pd

 

 

Pendidikan memiliki arti penting untuk eksistensi suatu bangsa, tanpa memperhatikan dan mengembangkan pendidikan, menyebabkan suatu bangsa akan terpuruk dan kehilangan harkat dan martabat dalam percaturan bangsa-bangsa di dunia. Meninggalkan abad XX dan memasuki abad XXI perkembangan masyarakat ditandai dengan mulai munculnya bentuk masyarakat baru, masyarakat informasi (Zamroni, 2007: 18). Di era informasi, mulai awal abad XXI ini, terjadi berbagai krisis nilai di dalam masyarakat Indonesia. Maraknya berita kejahatan/kriminalitas, kasus pornografi, perkelahian antar pelajar yang semakin marak, dan lain-lain yang sering muncul di media cetak ataupun elektronik menunjukkan kenyataan ini. Hal tersebut menunjukkan betapa rendahnya kualitas moral sebagian masyarakat Indonesia.

Selain itu dikalangan masyarakat kita juga terjadi krisis kebangsaan, krisis demokrasi serta krisis semangat multicultural. Hal ini nampak dari semakin tidak populernya kearifan lokal, makin langkanya semangat bermusyawarah, munculnya berbagai konflik yang berlatar belakang SARA, korupsi, KKN, pola hidup yang berkiblat ke Barat dan kurang menghargai budaya sendiri, merebaknya tren budaya asing di antara generasi muda seperti pola berpakaian, musik, pergaulan, pola konsumsi barang dan makanan, dan lain-lain. Cacat budaya yang cukup parah ini mungkin dapat diobati lewat jalur pendidikan karena pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembentukkan budaya (Darmiyati Zuchdi, 2009: 34)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang kehidupan sosial manusia. IPS dikatakan sebagai studi mengenai integrasi ilmu-ilmu sosial dan humaniora dalam menelaah gejala dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat (Nursid Sumaatmadja, 1980;1.9). Kompetensi IPS bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses aplikasinya. Pendidikan IPS diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya pada kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran IPS diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang mendorong peserta didik belajar secara aktif dalam memahami berbagai fenomena yang komplek pada masyarakat. Oleh karena itu proses pembelajaran IPS harus menggunakan teknik yang dapat menimbulkan rasa senang dan antusias peserta didik dalam belajar serta kesadaran bersikap baik yang tumbuh dari dalam diri peserta didik. Menurut Trianto (2011: 139) teknik diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Kehidupan akan terasa indah apabila ada variasi, sebaliknya akan terasa membosankan jika segalanya monoton tak berubah. Perubahan kearah perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi kebutuhan setiap insan dalam setiap kehidupan. Manusia telah dibekali akal dan rasa untuk berkreasi, menciptakan inovasi, agar segalanya berubah kearah yang lebih baik dengan ikhtiar mulai dari diri sendiri. Begitu pula dalam pembelajaran, penciptaan suasana kondusif perlu dilakukan, karena unsur rasa dalam berpikir selalu turut serta dan tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu penciptaan suasana kondusif perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa cemas, tidak lagi takut dalam berpartisipasi, tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban, melainkan menjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman dan menyenangkan. Salah satu cara untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan serta terhindar dari kebosanan adalah dengan memahami dan melaksanakan model belajar yang dilakukan siswa, komunikasi positif yang efektif, dan model pembelajaran yang inovatif.

Dari uraian di atas, maka dapatlah dipahami bahwa untuk dapat menumbuhkembangkan nilai dan sikap yang baik pada peserta didik melalui pendidikan IPS, maka diperlukan Value Clarification Technique (VCT). VCT adalah teknik pengungkapan nilai (Asfahania, 2011: 5). Dengan menggunakan Value Clarification Technique (VCT) diharapkan dapat mempermudah penguasaan terhadap kompetensi pembelajaran IPS. Dengan VCT peserta didik tidak hanya sekedar menghapal pengertian-pengertian atau konsep-konsep, akan tetapi mampu mengaplikasikan nilai-nilai melalui proses penjernihan, penjelasan tentang nilai. VCT menekankan bagaimana seseorang peserta didik membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang diharapkan nilai tersebut akan mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari dan inilah esensi sesungguhnya yang diharapkan dalam pembelajaran IPS.

VCT merupakan salah satu pola pendekatan pembinaan dan pengembangan moral (moral development). Value Clarification Technique (VCT) menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Teknik pembelajaran merupakan unsur penting yang harus dipersiapkan guru. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode (Sutarjo Adisusilo.2012: 86). Values Clarification is a theory that helps people define their values. The theory assumes that if an individual is successful in clarifying his or her own values, then changes in behavior will result (Aram Attarian, 1996: 41). Teknik klarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.

Dalam praktik pembelajaran VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Nilai merupakan salah satu wujud dari ranah afektif yang perlu ditanamkan pada diri seseorang. nilai itu sendiri merupakan suatu sistem, dimana aneka jenis nilai seperti nilai keagamaan, sosial budaya, ekonomi, politik, hukum dan lain-lain berpadu jalin menjalin dan saling mempengaruhi secara kuat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang, karena merupakan pegangan emosional seseorang. Wujud lain dari ranah afektif antara lain sikap, penghayatan, cita rasa, emosi, kemauan dan keyakinan.

Untuk menanamkan nilai/karakter, peserta didik tidak cukup hanya diajarkan pengetahuan tentang konsep-konsep nilai yang bersifat teoritis, melainkan harus dilakukan pembinaan yang sungguh-sungguh dengan mengidentifikasi, mengklarifikasi, menilai dan mengambil keputusan dalam menentukan nilai mana yang akan dipilihnya.

Teknik VCT ini dilaksanakan dengan metode percontohan, dimana stimulus yang diberikan kepada peserta didik berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan topic/tema dan target pelajaran. Kosasih Djahiri (1985: 61) memaparkan langkah kegiatan dalam proses pembelajaran VCT melalui percontohan, sebagai berikut :

1) Lontarkan stimulus melalui pembacaan oleh guru

2) Berikan kesempatan beberapa saat anak berdialog sendiri atau dengan sesame

3) Laksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru secara individual atau kelompok

4) Fase KBM menentukan argument dan klarifikasi pendirian

5) Fase pembahasan/pembuktian argument

6) Fase kesimpulan.

Beberapa hal yang yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog, antara lain :

1) Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik.

2) Jangan memaksa siswa untuk member respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya.

3) Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.

4) Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas

5) Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, sehingga siswa menjadi defensive.

6) Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu

7) Jangan mengorek alasan siswa lebih mendalam.

Dari paparan landasan teori di atas, teknik VCT memang berbeda dengan teknik pembelajaran kognitif dan psikomotorik. afektif berhubungan dengan nilai (value) yang sulit diukur, oleh karena berkaitan erat dengan kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam dirinya. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang berkelanjutan, dan nilai ini tidaklah mudah untuk dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah. Guru tidak dapat menilai atau menyimpulkan bahwa sikap seseorang anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun anak tersebut, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Mungkin sikap tersebut terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Pembelajaran teknik VCT diharapkan peserta didik memiliki karakter yang kuat dalam menjalani kehidupan sosialnya dan menjadi generasi yang tangguh dalam kehidupan mereka dimasa datang yang penuh tantangan, persaingan dan global. Dalam hal ini guru sebelum melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar, diperlukan persiapan sebagaimana peran guru di kelas, yaitu mempersiapkan dan membuat tujuan pembelajaran, materi pokok bahasan dan penilaian dan lain-lain yang akan diajarkan. Kemudian guru menentukan dan membagi peserta didik dalam kelompok-kelompok, guru memberikan pengantar dan memotivasi peserta didik. Pembelajaran dilakukan dalam tiga tingkatan yaitu:

1). Kebebasan memilih.

Pada tingkat ini terdapat 3 tahap yaitu :

a) Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh.

b) Memilih dari beberapa alternatif, artinya untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas.

c) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.

2). Menghargai.

Terdiri atas 2 tahap pembelajaran yaitu :

a) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dari dirinya.

b) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya bila kita menganggap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain.

3). Berbuat.

pada tahap ini terdiri atas 2 tahap pembelajaran yaitu :

a) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya.

b) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Teknik Value Clarification Technique (VCT) digunakan untuk memahami sesuatu, untuk mengkonsulidasi pengalaman pembelajaran, untuk meningkatkan kemauan belajar, sebagai alat bantu dan untuk mengajar berfikir kritis. Dibandingkan dengan pembelajaran menghafal, mengembangkan Value Clarification Technique (VCT) akan mendukung penyatuan makna baru ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Penting untuk mengenali keragaman kuantitas dan kualitas pengetahuan individu dan kekuatan nilai moral yang sudah mereka miliki untuk berusaha memasukkan pengetahuan baru kepengetahuan yang akan dikuasai.

Proses pembelajaran yang tepat sangat membantu peserta didik dalam belajar, namun jika terjadi sebaliknya, peserta didik akan mudah merasa jenuh dan bosan. Proses pembelajaran dengan teknik yang tepat akan mendorong peserta didik untuk belajar aktif, kreatif, dan berpikir kritis. Sehingga peserta didik akan lebih mudah dalam memahami konsep dalam pembelajaran tersebut. Teknik Value Clarification Technique (VCT) dapat melatih diri peserta didik untuk menghasilkan konsep yang bermakna bagi dirinya, yang akan menolong mereka belajar bagaimana belajar

Melalui pembelajaran dengan Value Clarification Technique (VCT) diharapkan peserta didik akan makin bergairah dalam belajar, dan penanaman nilai melalui pembelajaran IPS tercapai dengan baik sehingga permasalahan krisis kebangsaan, krisis demokrasi serta krisis semangat multikultural pada generasi penerus bangsa ini bisa diminimalisir. Pada akhirnya bisa membentuk karakter peserta didik yang kuat guna menyiapkan generasi emas tahun 2045.

Semoga Bermanfaat, Terima Kasih

 

 

 

 

*Penulis adalah ASN dan sebagai Pengawas Senior di Dikbud Kabupaten Sumbawa, dan Menetap di Kota Sumbawa Besar

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Scroll to Top
Scroll to Top