OPINI (2) : Quo Vadis ‘Pilkada’ dan Keterlibatan Mantan Aktivis dalam Melanggengkan Kekuasaan

Oleh. Nukman

 

(Eks Aktifis 98)

 

 

Ini adalah sambungan tulisan saya yang pertama yang mengkritisi kemana pilkada berlabuh dan mau dibawa kemana Nusa Tenggara Barat ini oleh suksesi serentak 27 November mendatang. Mengutip kata Kepala Adat Sasak, Doktor Haji Lalu Sajim Sastrawan, SH MH  tak ada yang dibanggakan dari kontestasi mulai Pilgub hingga pilkada daerah Kabupaten Kota Se-Nusa Tenggara Barat ini.

 

Menurutnya Sastrawan Sasak tersebut dengan pemilihan kepala daerah serentak seperti ini maka semua partai terakhir dia punya uang hari ini, dan akan menganggur selama lima tahun kedepan. Lima tahun kedepannya dia hanya mengeluarkan uang dan tidak ada pemasukannya dan uang yang dikeluarkan nya untuk rapat kerja, musyawarah daerah, dus itulah yang akan mengeluarkan biayanya sehingga mustahil partai partai ini tidak gila menekan para kandidat Gubernur Wakil Gubernur, Walikota Wakil Walikota dan Bupati Wakil Bupati untuk menawarkan sebesar-besarnya harga per kursi itu.

Dan para kandidat Gubernur Wakil Gubernur, Walikota Wakil Walikota dan Bupati Wakil Bupati kalau pun hati-hati atau terlalu polos jujur jujur saja, dia pun harus gila berapapun harga partai politik nya tetap dia harus bayar mahal serba dilematis posisinya.

“Saya dengar yang terakhir ini satu partai harganya dua miliar. Ada salah satu partai yang jumlah kursinya sekian sampai dibayar dua miliar lebih karena partai tersebut sebagai penentu sehingga bandrolnya mahalan, dengan terpaksa sebab jika tidak demikian mereka beralasan quota tidak cukup dalam memutuskan lajunya sebagai bakal pasangan calon (Bapaslon),” ucap Mieq Sajim saat diwawancara khusus media tempo hari.

Konsekuensinya yaach Terpaksa harus beli, itu berapapun harganya tetap semangat para kandidat untuk membeli walau dengan harga teramat mahal, itulah yang akan menghasilkan sebuah rekomendasi yang keren dengan sebutan B1KWK DPP partai politik.

 

“Ini khan kacau jadinya, nah ini artinya bahwa inilah pemilihan kepala daerah yang tidak memberikan pendidikan politik untuk masyarakat dan hanya memberikan ruang kepada elit – elit politik saja, yang mendapat percikan keberkahan dari rangkaian pemilihan kepala daerah,”terangnya

 

“Makanya sekarang ini yach kita berharap jangan sampai biaya yang super besar telah dikeluarkan ini akan atau hanya akan menghasilkan pemimpin yang jelek bahkan lebih parah lagi dari sebelumnya dan kita sangat berharap dengan biaya pilkada serentak yang sangat besar ini harus linear dengan hasil pemilihan untuk mendapatkan pemimpin yang super hebat bukan pemimpin palsu bukan kader kader kaleng-kaleng,” tambahnya menimpali.

 

Undang-undang kepemiluan dan pilkada serentak hemat kaji harus segera dirubah oleh anggota DPR, DPRD terpilih hasil pemilu legislatif tempo hari dan mudah mudahan mereka yang terpilih menjadi anggota DPR DPRD yang benar-benar berkhidmat untuk rakyatnya bukan anggota DPR DPRD kaleng – kaleng yang akan melakukan politik balas jasa lalu menimbulkan segala macam pola lalu menghasilkan paketan yang ujung-ujungnya kembali dalam siklus yang sama Dewan Pendusta Rakyatnya.

 

Sudah bukan rahasia umum lagi, mayoritas pejabat negara hasil pemilu legislatif eksekutif paska reformasi hanya melahirkan para Borjuis bermental kleptokrat dan orang kaya baru (OKB) setelah dilantik patantang petenteng dengan jas dan pakaian kebesaran lalu berjalan angkuh mendongak ke langit dan saat susah atau ada maunya kembali merendah menjilati ludahnya sendiri.

 

Itulah sirkulasi habitual act para legislator dan elite kita selama tiga puluh tahun terakhir pasca gerakan reformasi mei 98 tak semua namun hampir merata.

 

Pilkada mau sendiri mau serentak sama saja hanya melancarkan rutinitas pemilihan dan mengamankan aneka kepentingan selesai pencoblosan maka selesailah tanggungjawab moral nya. Dari hasil itu tidak banyak yang dibanggakan kecuali generasi millenial yang ditempatkan kepahitan hidup seperti kaum pergerakan yang memiliki Privilege dan kekhasan tersendiri selama menjadi mahasiswa dan masyarakat.

 

 

Bersambung……..

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Scroll to Top
Scroll to Top