Musda KAMMI Mataram Lecehkan Konstitusi Organisasi

Musda KAMMI Mataram Lecehkan Konstitusi Organisasi

 

 

*Oleh. Yusrin

(KP PD KAMMI Mataram)

 

 

Musyawarah Daerah (Musda) KAMMI Mataram yang baru saja usai menjadi sorotan tajam dari banyak kader, termasuk saya, yang mengharapkan proses demokratis yang bersih dan berintegritas. Sayangnya, hasil pemilihan ketua umum dalam Musda kali ini justru mengundang kekecewaan besar. Musda yang seharusnya menjadi ajang konsolidasi organisasi dan penguatan demokrasi internal, berubah menjadi arena perebutan kekuasaan yang sarat akan pelanggaran etika dan konstitusi organisasi

Sebagai kader KAMMI Mataram, saya merasa prihatin atas apa yang terjadi. Proses Musda ini mencerminkan betapa jauh organisasi kita menyimpang dari nilai-nilai idealisme dan moralitas yang selama ini dijunjung tinggi. Salah satu poin yang paling mencolok adalah perubahan kriteria calon ketua umum yang seharusnya berpedoman pada syarat AB3, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/RT) organisasi, namun dengan sengaja diturunkan menjadi AB2 tanpa landasan yang jelas. Langkah ini tidak hanya melanggar aturan formal yang sudah disepakati bersama, tetapi juga menunjukkan bagaimana kepentingan pribadi dan kelompok tertentu telah mengesampingkan prinsip keadilan dan objektivitas dalam proses pemilihan.

Penurunan Standar: Pengkhianatan Terhadap Konstitusi Organisasi

Keputusan untuk menurunkan standar dari AB3 ke AB2 dalam pemilihan ini sangat mencurigakan. Mengapa aturan yang selama ini telah menjadi standar dalam memilih pemimpin organisasi tiba-tiba diubah tanpa alasan yang dapat diterima? Hal ini menjadi tanda bahwa Musda kali ini tidak lagi didasarkan pada keinginan untuk mencari pemimpin yang layak dan berkualitas, tetapi lebih kepada pemenuhan ambisi kekuasaan oleh beberapa pihak yang ingin memaksakan kehendaknya. Proses ini jelas melanggar konstitusi organisasi dan menghancurkan kepercayaan kader terhadap Musda sebagai wadah pengambilan keputusan tertinggi di tingkat daerah

Dalam sejarah organisasi seperti KAMMI, kepemimpinan bukan hanya soal memenangkan suara terbanyak, tetapi tentang kelayakan dan integritas individu yang dipilih. Standar AB3 yang ditetapkan AD/RT tentu bukan tanpa alasan. Syarat tersebut mengharuskan calon ketua memiliki pengalaman, pengetahuan, dan pemahaman yang cukup mendalam tentang organisasi. Namun, dengan menurunkan standar menjadi AB2, kita meruntuhkan kredibilitas proses pemilihan dan membuka jalan bagi kandidat yang mungkin tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk memimpin.

Manipulasi dan Intervensi: Penghancuran Etika Berorganisasi

Lebih menyedihkan lagi, panitia Musda yang seharusnya netral dalam mengawal proses pemilihan justru terlihat aktif memihak salah satu calon. Keterlibatan ketua panitia hingga jajaran dalam memenangkan salah satu pasangan calon menjadi bukti nyata bahwa integritas proses ini telah tercemar. Tidak hanya itu, tindakan-tindakan panitia yang secara terang-terangan memanipulasi jalannya pemilihan menunjukkan rendahnya komitmen mereka terhadap etika berorganisasi.

Sebagai organisasi yang bergerak di bidang kepemudaan dan intelektual, KAMMI seharusnya menjadi contoh dalam menegakkan prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran. Namun, Musda kali ini justru menampilkan wajah lain, di mana etika organisasi diinjak-injak demi memenangkan kandidat yang diusung oleh kelompok-kelompok tertentu. Tidak ada ruang bagi integritas, dan kebenaran telah dikorbankan demi kepentingan politik sempit

Ketua Terpilih: Produk dari Proses yang Gagal

Ketua yang terpilih dari Musda ini bukanlah hasil dari proses yang demokratis dan bersih. Sebaliknya, ia lahir dari proses yang sarat pelanggaran dan manipulasi. Hal ini tentu menjadi ancaman bagi keberlanjutan organisasi. Bagaimana mungkin seorang pemimpin yang terpilih melalui proses yang tidak sah bisa diharapkan memimpin dengan baik dan adil? Ketika proses pemilihannya saja sudah cacat, sangat sulit untuk mempercayai bahwa kepemimpinannya akan berjalan sesuai dengan nilai-nilai yang selama ini dipegang teguh oleh KAMMI.

KAMMI Mataram telah lama menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan. Namun, apa yang terjadi dalam Musda kali ini justru memperlihatkan bahwa di dalam organisasi kita sendiri, nilai-nilai tersebut telah dikhianati. Ketua terpilih yang lahir dari proses yang melanggar konstitusi organisasi tidak hanya mencederai martabat KAMMI, tetapi juga merusak kredibilitas seluruh kader yang selama ini berjuang demi kebenaran

Harapan untuk Pembenahan dan Perbaikan

Sebagai kader KAMMI Mataram, saya berharap bahwa kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Musda kali ini telah menunjukkan betapa mudahnya integritas dan moralitas bisa dikorbankan demi kepentingan pribadi dan kelompok. Namun, ini bukan berarti harapan kita telah sirna. Saya percaya bahwa dengan evaluasi yang jujur dan perbaikan yang mendasar, KAMMI dapat kembali ke jalan yang benar dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan integritas.

Proses ini harus dievaluasi secara menyeluruh. Panitia yang terlibat dalam manipulasi dan pelanggaran harus dimintai pertanggungjawaban, dan mekanisme pemilihan ketua harus dikembalikan pada aturan yang jelas dan adil. Kita tidak bisa membiarkan KAMMI Mataram terperosok dalam pusaran ambisi pribadi yang menghancurkan fondasi organisasio

Kader KAMMI adalah agen perubahan, dan sudah menjadi tanggung jawab kita untuk memastikan bahwa perubahan yang kita perjuangkan tidak hanya terjadi di luar, tetapi juga di dalam organisasi kita sendiri.

 

 

 

Penulis adalah Aktifis dan Millenial, tinggal serta menetap di Kota Mataram

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Scroll to Top
Scroll to Top