KOALISI PRAGMATIS VS. KOALISI IDEOLOGIS: Dinamika dan Implikasi dalam Politik Kontemporer

KOALISI PRAGMATIS VS. KOALISI IDEOLOGIS:

Dinamika dan Implikasi dalam Politik Kontemporer

 

Oleh: Asep Tapip Yani

Dosen Pascasarjana UMIBA Jakarta

 

 

OPINI,[ JAKARTA] | Manusia adalah mahluk sosial, yang qodratnya tidak bisa hidup sendiri alias memerlukan orang lain untuk menjalankan hidupnya. Manusia perlu berkolaborasi dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan hidupnya. Pun demikian, kumpulan manusia dalam partey politik, tidak bisa bergerak mencapai tujuannya sendiri tanpa kolaborasi dengan partey lainnya. Kolaborasi antarpartey politik biasa dikenal dengan istilah koalisi. Koalisi dalam politik adalah aliansi atau kesepakatan antara partai-partai politik untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Koalisi ini sering kali diperlukan dalam sistem politik multi-partai, di mana tidak ada satu partai pun yang mampu memperoleh mayoritas absolut untuk membentuk pemerintahan sendiri. Namun, tidak semua koalisi dibentuk dengan motivasi yang sama. Secara umum, koalisi dapat dibedakan menjadi dua jenis utama: koalisi pragmatis dan koalisi ideologis. Artikel ini akan membahas perbedaan antara keduanya, serta implikasi politik, sosial, dan pemerintahan dari kedua tipe koalisi ini.

Pengertian Koalisi Pragmatis

Koalisi pragmatis adalah aliansi politik yang dibentuk berdasarkan pertimbangan praktis dan oportunistik, daripada berdasarkan kesamaan nilai atau ideologi. Koalisi ini sering kali muncul dalam situasi di mana partai-partai yang berkoalisi memiliki perbedaan ideologi yang signifikan, tetapi memilih untuk bekerja sama demi keuntungan jangka pendek, seperti mendapatkan kekuasaan, menghindari ketidakstabilan, atau mencapai tujuan-tujuan spesifik yang mendesak.

Contoh Kasus:

Salah satu contoh terkenal dari koalisi pragmatis adalah pemerintahan koalisi di Italia pada tahun 2018, yang terdiri dari Gerakan Bintang Lima (M5S: Movimento 5 Stelle) yang populis dan Partai Liga (LSP: Lega per Salvini Premier) yang nasionalis dan anti-imigrasi. Kedua partai ini memiliki ideologi yang sangat berbeda, tetapi mereka bersatu demi tujuan pragmatis untuk menggulingkan partai-partai tradisional dari kekuasaan dan untuk merespons tuntutan populis yang sedang meningkat di kalangan pemilih.

 

Karakteristik Koalisi Pragmatis:

Fleksibilitas dalam Agenda: Koalisi pragmatis cenderung lebih fleksibel dalam hal agenda politik. Partai-partai yang tergabung dalam koalisi ini bersedia berkompromi dengan prinsip-prinsip ideologis mereka untuk mencapai konsensus yang bisa diterima oleh semua pihak.

Kepentingan Kekuasaan: Tujuan utama dari koalisi pragmatis sering kali adalah untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu, keputusan yang diambil cenderung didorong oleh perhitungan taktis daripada komitmen ideologis.

Ketahanan Jangka Pendek: Karena dibentuk berdasarkan kepentingan jangka pendek, koalisi pragmatis sering kali bersifat sementara dan rentan terhadap perpecahan ketika kepentingan-kepentingan tersebut berubah atau tidak lagi selaras.

Ketidakpastian Kebijakan: Karena adanya perbedaan ideologi yang signifikan, kebijakan yang dihasilkan oleh koalisi pragmatis mungkin tidak konsisten dan sering kali menjadi hasil dari negosiasi intensif.

Pengertian Koalisi Ideologis

Sebaliknya, koalisi ideologis adalah aliansi antara partai-partai yang berbagi kesamaan ideologi atau nilai-nilai fundamental. Koalisi ini dibentuk dengan tujuan untuk memperjuangkan agenda ideologis yang spesifik dan umumnya lebih stabil karena didasarkan pada kesamaan visi jangka panjang.

Contoh Kasus:

Koalisi ideologis yang terkenal adalah koalisi pemerintahan di Jerman antara Uni Demokrat Kristen (CDU; Christian Democratic Union) dan Partai Sosial Demokrat (SPD) yang berbagi komitmen terhadap demokrasi sosial dan nilai-nilai Eropa. Meskipun kedua partai ini memiliki perbedaan dalam beberapa isu kebijakan, mereka berbagi visi yang sama mengenai peran negara dalam perekonomian dan pentingnya solidaritas sosial.

Karakteristik Koalisi Ideologis:

Konsistensi Kebijakan: Karena didasarkan pada kesamaan nilai dan ideologi, koalisi ideologis cenderung menghasilkan kebijakan yang lebih konsisten dan terarah.

Stabilitas Jangka Panjang: Koalisi ideologis biasanya lebih stabil karena partai-partai yang tergabung memiliki tujuan jangka panjang yang sama, sehingga lebih sedikit perbedaan yang perlu dinegosiasikan.

Komitmen terhadap Prinsip: Partai-partai dalam koalisi ideologis lebih cenderung mempertahankan prinsip-prinsip ideologis mereka, bahkan jika hal ini berarti harus berkompromi dalam hal kekuasaan atau popularitas jangka pendek.

Orientasi Visi Jangka Panjang: Koalisi ideologis sering kali lebih berorientasi pada visi jangka panjang daripada pada pencapaian cepat. Ini dapat berarti bahwa mereka lebih bersedia untuk mengambil langkah-langkah yang mungkin tidak populer dalam jangka pendek tetapi dianggap penting untuk mencapai tujuan ideologis mereka dalam jangka panjang.

Perbandingan dan Implikasi

Pembentukan Kebijakan:

Koalisi Pragmatis: Kebijakan yang dihasilkan cenderung berorientasi pada hasil jangka pendek dan sering kali merupakan hasil kompromi yang sulit. Misalnya, dalam kasus pemerintahan Italia di bawah M5S dan Lega, kebijakan yang dihasilkan mencerminkan campuran ide-ide populis dan nasionalis yang kadang-kadang bertentangan.

Koalisi Ideologis: Kebijakan yang dihasilkan lebih konsisten dengan nilai-nilai ideologis yang disepakati. Ini bisa terlihat dalam pemerintahan koalisi di Jerman yang cenderung lebih konsisten dalam memajukan kebijakan sosial dan ekonomi yang sejalan dengan nilai-nilai demokrasi sosial.

Stabilitas Pemerintahan:

Koalisi Pragmatis: Rentan terhadap ketidakstabilan karena kurangnya kesamaan ideologi. Koalisi seperti ini bisa runtuh jika partai-partai yang terlibat merasa bahwa kepentingan mereka tidak lagi terlayani dengan baik.

Koalisi Ideologis: Lebih stabil dan mampu bertahan lebih lama karena didasarkan pada kesamaan visi dan tujuan jangka panjang. Ini mengurangi potensi perpecahan dan memungkinkan pemerintahan bekerja dengan lebih efektif.

Dukungan Publik:

Koalisi Pragmatis: Mungkin menghadapi kritik dari publik karena terlihat terlalu oportunistik dan tidak memiliki komitmen yang jelas terhadap prinsip-prinsip tertentu. Ketidakpastian kebijakan juga bisa menurunkan kepercayaan publik.

Koalisi Ideologis: Cenderung mendapatkan dukungan yang lebih kuat dari pemilih yang memiliki kesamaan ideologi. Namun, jika kebijakan ideologis yang diusung tidak populer, koalisi ini juga bisa kehilangan dukungan publik.

Respon terhadap Krisis:

Koalisi Pragmatis: Mungkin lebih fleksibel dalam menghadapi krisis karena kurang terikat pada ideologi tertentu. Namun, fleksibilitas ini bisa menjadi pedang bermata dua jika koalisi gagal mencapai konsensus yang jelas.

Koalisi Ideologis: Mungkin lebih solid dalam merespons krisis yang relevan dengan nilai-nilai inti mereka. Namun, mereka bisa menjadi kurang fleksibel dan lebih kaku dalam situasi di mana diperlukan perubahan cepat dan pragmatis.

Koalisi dalam Konteks Politik Indonesia

Dalam konteks politik Indonesia, baik koalisi pragmatis maupun ideologis telah memainkan peran penting dalam dinamika politik negara ini. Sistem multi-partai yang ada di Indonesia sering kali memaksa partai-partai untuk berkoalisi demi membentuk pemerintahan. Koalisi pragmatis sering terlihat dalam pembentukan pemerintahan di Indonesia, di mana partai-partai dengan ideologi yang berbeda bekerja sama demi mencapai kekuasaan dan stabilitas.

Misalnya, dalam Pemilu 2019, koalisi yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo terdiri dari berbagai partai dengan latar belakang ideologis yang beragam, dari PDI-P yang nasionalis hingga Partai Golkar yang lebih konservatif. Koalisi ini mencerminkan pendekatan pragmatis dalam politik Indonesia, di mana kepentingan jangka pendek dan stabilitas lebih diutamakan dibandingkan dengan kesamaan ideologis.

Namun, dalam beberapa kasus, koalisi ideologis juga muncul, terutama di tingkat regional, di mana partai-partai dengan kesamaan ideologis bekerja sama untuk memajukan agenda yang lebih spesifik.

Penutup

Koalisi pragmatis dan ideologis menawarkan pendekatan yang berbeda dalam pembentukan pemerintahan dan pengambilan keputusan politik. Sementara koalisi pragmatis menawarkan fleksibilitas dan kemampuan untuk merespons tuntutan politik yang cepat berubah, koalisi ideologis menawarkan konsistensi dan stabilitas yang didasarkan pada kesamaan nilai dan visi jangka panjang. Dalam praktik politik, kedua tipe koalisi ini sering kali saling melengkapi dan bertindak sebagai dua sisi dari mata uang yang sama, yaitu upaya untuk menciptakan pemerintahan yang efektif dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.

 

 

*Penulis adalah Akademisi sekaligus Tokoh Pendidikan yang peduli terhadap nasib dan masa depan Anak Bangsa

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Scroll to Top
Scroll to Top