Dugaan  Skandal Korupsi “IDP” Bisa Memicu Turbulensi Sosial Politik jelang Pilgub NTB 2024

Dugaan  Skandal Korupsi “IDP” Bisa Memicu Turbulensi Sosial Politik jelang Pilgub NTB 2024

 

*Oleh. Elshabier

 

OPINI | Di era pemerintah IDP justru menciptakan skandal KORUPSI tidak lepas dari kemampuannya yang dari awal banyak pihak meragukan, modal senyum, modal airmata dan bermodal spanduk dgn “NARASI” mohon doa restu dan dukungan. seluruh jejak kepemimpinannya IDP dua periode hanya untuk melayani yang punya hubungan darah, kekeluargaan dan kekerabatan dengan orang orang di sekelilingnya sengaja diperalat dan diperbudak. Apalagi jika ditambah tujuannya menumpuk harta kekayaan pribadi, keluarga dan kroni²Nya.

Tagline “Bima ramah” diperkuat dengan bukti bohongnya IDP ” KORUPSI, KOLUSI & NEPOTISME” semakin merajalela yang belakangan hanya pencitraan yang gencar digaungkan bayaran “WTP” selama 10 tahun berkuasa untuk menipu publik demi kepentingan jabatan pribadi IDP dan jabatan keluargaNya, syarat Suap atau gratifikasi, Jual Beli Jabatan, Nepotisme dalam pengelolaan SDM, Perdagangan pengaruh, Pengelolaan Barang dan Jasa, Penyalahgunaan Fasilitas Kantor dan Penyalahgunaan Perjalanan Dinas. Justru Kejaksaan RI & KPK Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja lebih serius menindak lanjutinya dari LAPORAN masyarakat.

 

Dua puluh tahun tahun Rakyat Kabupaten Bima menafkahi keluarganya mereka diberi legacy dan amanah namun menjadi alat kekuasaan yang justru lumbung scandal korupsi, Ibarat nasi telah jadi bubur, penyesalan tak akan bisa merubah keadaan.

Yang diperlukan sekarang adalah kerja keras seluruh komponen untuk menyadarkan rakyat NTB agar merevolusi diri merubah sikap tinggalkan IDP yang tidak becus urus daerah dan menipu rakyat Kabupaten Bima.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun kepemimpinan sudah banyak Kepala Dinas yang masuk penjara salah satunya Mantan Kadis Pertanian M Tayeb hingga terbaru Mantan Asisten 1 atau Eks Kadis Sosial Andi Sirajuddin.

 

Hasil Survei Integritas KPK: Kabupaten Bima Berada di Bawah NTB, dan Rentan Korupsi

 

Setiap tahun Komisi Pemberantasan Korupsi mengadakan Survei Penilaian Integritas (SPI). Pada 2024 ini, lembaga antirasyah tersebut mengeluarkan hasil survei tersebut yang dilakukan setahun sebelumnya. Hasilnya adalah skor 70,97 persen, angka yang menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang ada pada 71,94 persen.

Berdasarkan pernyataan resmi KPK, nilai SPI 2023 tertinggi dari kategori Kementerian diraih oleh Kementerian Keuangan dengan capaian 84,18. Kemudian, untuk kategori Lembaga Non Kementerian diraih oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan catatan nilai 85,78.

Sementara untuk nilai SPI 2023 tertinggi kategori Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi; Pemerintah Kota; dan Pemerintah Kabupaten, secara beruntun diraih oleh Jawa Tengah dengan capaian 77,91; Kota Surakarta (83,75); dan Kabupaten Gianyar (83,78).

 

Bagaimana dengan Kabupaten Bima?

SPI 2023 Kabupaten Bima hanya sampai di angka 61,31 persen. Artinya, terpaut 5,26 poin di bawah rata-rata SPI Kabupaten/kota se-NTB yang berada di angka 66,57 persen. Dibandingkan hasil SPI nasional, angka SPI Bima tertinggal 9,66 persen.

Kemudian semakin jauh terpaut dengan peraih SPI tertinggi. Dengan Kementerian Keuangan terpaut 22,87 poin, dengan PPATK terpaut 24,47, dengan Kota Surakarta tertinggal 22,44 poin, dan dengan Kabupaten Gianyar 22,47.

Angka 61,31 persen yang diraih Kabupaten Bima pada 2023 pun lebih rendah bila dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Pada 2022, angka SPI Kabupaten Bima 68,32 persen atau lebih tinggi 7,01 persen. Sedangkan pada 2021 angka yang diraih aalah 68.95 persen atau lebih tinggi 7,64 persen.

Penurunan demi penurunan dan ketertinggalan angka SPI Bima bila dibandingkan daerah lain menunjukkan ada permasalahan serius terkait korupsi. Tentu hal ini harus menjadi evaluasi bersama di berbagai sektor pemerintahan Kabupaten Bima.

Mengomentari hasil SPI secara nasional pada Januari tahun ini, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan penurunan nilai rata-rata nasional SPI harus disikapi dan ditindaklanjuti secara serius. Sebabnya, hasil SPI nasional menunjukkan kinerja pemerintahan di berbagai sektor, termasuk pemerintahan daerah, masih memiliki potensi terjadi korupsi. Bahkan dia mengatakan, risiko terjadinya tindak pidana korupsi di berbagai sektor masih sangat rentan.

 

 

Penulis merupakan aktifis Anti Korupsi dan tinggal di Bima

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Scroll to Top
Scroll to Top