Team kuasa Hukum Bank Bukopin Pasang Badan Saat Bank Bukopin Di Demo

LOMBOK TIMUR, JEJAKNTB | Di saat Bank Bukopin KP Lombok Timur Di Demo Laskar NTB, Ketua Peradi Selong Lombok Timur Pasang Badan Di Saat Orasi Dilaksanakan dan menyampaikan data – data nasabah kepada Korlab Laskar NTB Hairul Hazmi.

Hairul Hazmi, anak dari seorang nasabah bernama Ahmad, mengadakan demo di Kantor Bank Bukopin Selong yang terletak di Jalan TGH Zainuddin Abdul Madjid pada Senin, 22 Juli 2024.

Hazmi tidak sendirian dalam aksi tersebut, ia ditemani oleh puluhan anggota organisasi masyarakat (ormas) Laskar NTB. Mereka menuntut hak yang merasa telah diselewengkan oleh pihak bank.

Salah satu poin keberatan yang diungkapkan oleh nasabah adalah mengenai transparansi. Hazmi menyatakan bahwa pihak bank tidak transparan dalam penyaluran pinjaman melalui koperasi.

“Soal penyaluran melalui koperasi itu, tidak ada penjelasan dari pihak bank,” ujar Hazmi.

Menurut Hazmi, penyaluran pinjaman melalui koperasi simpan pinjam menghilangkan transparansi dan kejelasan perjanjian antara bank dan nasabah.

Nasabah juga mengaku keberatan terhadap dugaan perubahan masa kredit dari 15 tahun menjadi 18 tahun.

Sementara itu, pihak Bank Bukopin Selong menyatakan bahwa penyaluran kredit melalui koperasi tersebut telah disepakati oleh nasabah Ahmad pada tahun 2017.

“Kami memiliki bukti kesepakatan dengan Pak Ahmad. Semua perjanjian sudah dijelaskan sesuai SOP bank. Saat itu juga kondisi Pak Ahmad masih sehat wal afiat,” ujar Kuasa Hukum Bank Bukopin Selong, Gema Akhmad Muzakkir.

Gema juga menyebutkan bahwa penyaluran kredit melalui koperasi merupakan perintah legal dari Undang-Undang Perbankan Republik Indonesia melalui skema channeling.

“Tujuannya untuk memberdayakan koperasi. Agar tidak hanya bank yang banyak uang, tetapi koperasi juga berdaya,” jelas Gema.

Lebih lanjut, Gema memastikan tidak ada pemotongan jumlah uang meskipun kredit disalurkan melalui koperasi.

Jika pihak nasabah masih merasa keberatan dengan proses yang berlaku, Bank Bukopin menyarankan untuk menempuh jalur pengadilan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

“Jika memang tidak puas, putus saja kontraknya melalui pengadilan negeri. Di sana akan diuji apakah bank yang salah atau debitur yang bohong,” ungkap Gema.

Gema menjelaskan bahwa Ahmad mengajukan pinjaman sebesar Rp127 juta, namun Ahmad menerima bersih Rp115 juta setelah pemotongan biaya administrasi, asuransi jiwa, dan biaya lainnya.

“Asuransi jiwa sendiri sebesar Rp7 juta. Tapi kita heran, kenapa baru dipermasalahkan setelah 7 tahun,” ujar Gema. (win)

Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Email
Print
Scroll to Top
Scroll to Top